SUDAHKAH KITA OPEN MINDED?


Minggu ini adalah minggu yang mungkin cukup panjang bagi gue. Apalagi kalau bukan working tanpa kenal waktu. Anyway, di tulisan kali ini gue nggak mau bahas itu. Sebenarnya juga, niat buat balik ke blog udah lama banget, penginnya tiap minggu ada tulisan baru. But reality isn't like a fairy tale! Harusnya juga sekarang ini gue nglanjut novel garapan yang planningnya harus selesai bulan ini. Ah! Lagi dan lagi, susah banget untuk on time. Dan harusnya lagi gue malem ini belajar buat materi seminar besok! See? Instead nglakuin itu semua, gue malah nghadap layar laptop buat ngoceh gajelas karena satu dua hal yang bikin otak gue agak umep!

Gue ingin membahas sebuah phrase yang sebetulnya udah booming long long time ago. "OPEN MINDED". Menurut John Lambie, open minded adalah orang yang bisa menerima atau menampug lebih dari satu pendapat atau perspektif. Gampangnya, orang yang open minded adalah orang yang bisa lihat suatu hal dari banyak sisi, nggak cuma dari sisi dia aja. Well, menurut gue sendiri open minded ada plus dan minusnya. Plus kalau dengan kita open minded kita bisa mengimprove diri sendiri jadi lebih baik. Minusnya, orang-orang suka gampang banget melabeli orang lain dengan alasan nggak OPEN MINDED!

Nah, ini nih yang bikin urusan makin ribet dan nggak karuan. Padahal, diri sendiri yang ngomong nggak OPEN MINDED belum tentu the real OPEN MINDED. Ya kalau dia beneran open minded, dia nggak bakal ngjudge orang lain kek segampang balik tempe goreng pas lagi masak. 

Gue mau cerita sedikit tentang pengalaman gue, kalau dirasa nggak cocok ya udah leave aja tulisan ini. Belum lama ini, gue lagi deket sama someone. Sebut saja Mawar. Mawar ini orangnya baik, suka baca buku, cerdasnya gak ketulungan. Pokoknya, Mawar ini bbeuh nyambung parah kalau ngobrol sama gue. Setelah beberapa lama, Mawar ini bilang kalau dia seorang atheist. Tau kan? Atheist, yang nggak percaya akan existence of God. Di awal-awal, gue nggak terlalu mikirin kepercayaan si Mawar ini. But at the end of the day, otak gue akhirnya maksa untuk mikir juga. Gue banyak contemplating ke diri sendiri. Dude, an ATHEIST! Berhari-hari gue mikir, dimana ya letak pikiran si Mawar kenapa sampai jadi seorang yang nggak percaya akan Tuhan? 

Okelah, dulu gue sempat agnostik. Dimana gue bingung akan eksistensi Tuhan yang Maha Satu dan Maha Benar itu dimana? Itu cuma kayak sempilan kehidupan gue yang menghadapi life crissis. Tapi kalau atheist? Ini sebuah hal yang cukup bikin gue shocked. Beda dari kasus LGBT yang lumayan udah familiar di otak gue, hal ke-atheist-an gini tuh masih terbilang baru bagi gue. Menurut gue, ada banyak hal yang bisa diurusin selain masalah ginian. See? Gimana akhirnya disitu gue mulai perang batin. 

Mawar jadi salah satu orang yang terang-terangan bilang kalau agama itu malah bikin manusia jadi serba terbatas, serba terikat aturan, norma dan moralitas. Harus patuh ke kedua orang tua, berbuat baik ke sesama, menjaga virginity sebelum pernikahan, dan segala buntut-buntutnya tentang hal yang diajarkan agama. 

Gue yang pada saat sesi obrolan dengan Mawar yang mana gue sebagai seorang theist tentu seratus persen dalam hati bilang "loh kan emang manusia bakal mati dan menghadapi hari akhir makanya harus berbuat baik." Demi apapun, diawal gue sempet ke-trigger. Masa sih apa yang dibilang Mawar bener? Masa Tuhan nggak ada? Semua cuma kesengajaan belaka? Otak gue berusaha keras untuk mencerna semua hal tadi.

But anyway, gue nggak bilang terus terang tentang apa yang gue batin dalam hati ke Mawar. Waktu itu, gue cuma jawab "I'm okay". Selebihnya, gue mulai menangkap moment ini sebagai pembelajaran buat gue. Ternyata, being an open minded itu nggak segampang bacotannya Vicky Prasetyo kalau pas closing di suatu acara TV-show. Nggak segampang juga bikin video tik-tok taratakdung 2020.

Menjadi seorang yang open minded berarti harus siap mengosongkan diri kita layaknya sebuah gelas kosong. Di dalamnya bakal ada pergolakan panjang antara hal baru dengan nilai-nilai atau value yang kita pegang selama ini. Bakal ada fase dimana kita ngrasa nggak nyaman akan hal baru tersebut, tapi seiring berjalannya waktu kalau niat kita murni dan beneran pengin jadi seorang yang open gue rasa nggak ada masalah yang serius. 

Seandainya waktu itu gue bilang ke Mawar kaya gini

"eh War, lu goblok banget sih, mana ada nggak ada Tuhan? Terus big-bang yang lu gadang-gadang sebagai asal mula terciptanya alam semesta itu beneran valid sejuta persen? Gila, ngga ngotak ye lu!"

 mungkin gue sama Mawar bakal konfrontasi habis-habisan tujuh hari tujuh malam. Mawar bawa scientific data dan gue bawa bejibun tafsir Al-Qur'an yang boro-boro ahli, paham aja enggak gue. 

Pada akhirnya, gue menyadari tentu ada alasan kenapa Mawar menjadi Mawar yang seperti sekarang ini. Dimana dia dilahirkan, lingkungannya, hal-hal apa aja yang dia akses dan bagaimana dia menanggapi suatu hal mungkin jadi sebagian besar landasan kenapa Mawar as Mawar in the present. Yang perlu digaris bawahi adalah menjadi open minded  bukan berarti harus menerima semua hal baru yang ada dan mengikuti KESEMUANYA!. Bagi gue, menjadi open minded adalah ketika kita bisa menerima suatu hal baru dan menghormati meskipun berbeda paham dengan kita. 

Bayangin aja, misal dulu nih raja-raja yang ada di Indonesia yang bukan beragama Islam menolak mentah-mentah kedatangan para pedangang dari Gujarat, India yang menyebarkan agama Islam mungkin saat ini Islam bukanlah agama mayoritas di Indonesia. Jangankan jadi agama mayoritas, bisa jadi gue ataupun lo-lo semua bukan beragama Islam.

Kalian sendiri, sudah open minded kah?



4 komentar

  1. Interesting post, Syifana! Seneng banget bisa baca tulisanmu, di antara orang-orang sepantaran kamu yg sering banget berkata sebaliknya di twitter. Asli, sering banget aku ketemu orang-orang calling other people (un)open-minded, padahal mereka sendiri nggak terima kalau bertemu dengan orang-orang yg punya perspektif berseberangan. Ngeliat orang lain nggak dukung LGBT, lantas dikatain nggak open-minded. Ngedenger ada orang-orang yg melarang legalisasi aborsi, dikatain nggak open minded juga. Padahal nggak semua hal yg bertentangan dengan value kita bisa dikatakan begitu, 'emg udah se-open-minded ape sih lu berani-beraninya ngelabelin orang?😪' wkwk.

    Terus berkarya yaa, Syifa! Ngebaca tulisan-tulisanmu jadi bikin aku flashback ke beberapa tahun lalu waktu masih usia 18-an (walaupun bedanya nggak jauh, tapi berasa flashback aja huhu😂). Semangatt ngeblognya ya!!😁💕

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahaha betul banget kak, sampe kadang bikin gedeg sendiri. Tapi ya gitulah realita yang ada.

      Waw seriously?? Apakah mungkin aku "copy" an kakak? Wkwkwk 😂 Sebab, we have similar background story, hahahaha 😂 Thank you so much sudah baca tulisan aku kak ❤️

      Delete
  2. Tulisan yang bagus. Saya memahami kegemasanmu mbak.

    Tapi, ya, itu karena kita melihatnya dari sudut pandang Theist.

    Kalau mau dilihat secara kasus umum, yang demikian sebetulnya biasa mba, rata-rata yang jadi atheist itu mereka yang kecerdasannya diatas rata-rata karena mereka memang mempertanyakan segala hal. Kalau ada yang mengarahkan dengan baik (atau secara kebetulan dapat aha momen yang menggugah), beberapa diantaranya akan balik lagi ke theist...Yang stay atheist tentu ada. Menurut saya, sih, selama mereka nggak membully orang yang tetap theist, biar saja. Itu sebetulnya pencarian mereka sebagai manusia. Yang enggak bagus itu kalau berhenti di satu titik saja, lalu malas mencari lagi.

    Mengosongkan gelas sebetulnya sama saja kita kembali ke jaman baheula, ketika manusia banyak belajar dari kesalahan-kesalahan mereka yang hidup di jaman sebelum kita. Bila mau reset kembali ke jaman itu dan coba-coba lagi, ya, itu pilihan mereka...

    Tuhan kan kan nggak butuh banget manusia hahaha...yang sering ada malah sebaliknya.

    Btw. Kadang yang open minded, nggak open minded juga kalau sudah menyangkut prinsipnya loh hihihi..jadi jangan mudah terjebak dengan kata itu,.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener banget kak!!! Dia yang di tulisanku ini super cerdas.

      Daan yang open minded juga nggak open kalau tentang kepercayaan mungkin ada benarnya juga. Jatuhnya setiap ada arus baru ngikut terus, hm...

      Mungkin juga karena aku kurang pengalaman dan masih harus belajar? Idk, kak..

      Delete