PUTRI TERE DAN MUSIK BERHANTU


Dahulu kala, ada sebuah istana megah yang terletak di atas bukit. Istana itu, dijaga oleh banyak prajurit yang hebat.  Kehidupan di istana berjalan lancar seperti biasanya. Akan tetapi, sang putri, anak dari raja dan ratu mulai bosan dengan kehidupan di istana. Namanya, Putri Teresa. Dia menganggap, bahwa hidup di istana sangat kaku. Dia tidak boleh pergi keluar baik oleh raja maupun ratu. Katanya, kehidupan di luar istana sangat berbahaya. Meski pada akhirnya Putri Teresa mematuhi perintah raja, dalam hati dia benar-benar ingin keluar dari istana. Dia, benar-benar ingin melihat ada apa saja di bawah bukit. 

Senja di atas bukit memang mungkin jauh lebih indah. Seolah-olah amat dekat dengan matahari, Putri Tere hendak menggapainya. Matanya mengedar ke bawah sana, tepat prajurit berjaga di istana ini. Mendadak, wajah Putri Tere kesal. Saat senja berlalu, para prajurit di istana akan membunyikan musik. Hal ini sangat kontras dengan keindahan istana, musik itu bernuansa mistik. Suarnya sungguh menyeramkan. Putri Tere sendiri mengakui, bahwa musik itu lebih mirip musik yang mengundang arwah atau hantu. Kalau sudah seperti itu, maka Putri Tere cepat-cepat menutup jendela kamarnya lalu merangkak ke atas kasur.


Tapi sebelum tidur, ada dayang istana yang mengetuk pintu kamar Putri Tere. Katanya, makan malam sudah siap dan Putri Tere harus makan bersama raja dan ratu. 

“Aku tidak mau makan sebelum raja menyuruh prajurit untuk berhenti membunyikan musik itu. Aku tidak suka musik itu. Menyeramkan!” Putri Tere berteriak dari dalam kamarnya. 

“Putri, bukankah raja pernah bilang? Musik itu dibunyikan agar tidak ada yang berani menyerang kerajaan” kata dayang sangat lembut. 

Begitulah setiap hari Putri Tere kesal hanya karena musik menyeramkan itu. Berkali-kali Putri Tere meminta agar raja tidak usah memberi perintah kepada prajurit yang membunyikan musik, berkali-kali pula Putri Tere mendapat penolakan. 

“Anakku sayang, apa kamu tidak tahu kalau di luar sana banyak orang jahat? Kita, harus berlindung di istana ini supaya aman.” 

“Ada prajurit yang hebat Ayah, kenapa kita harus takut?” tanya Putri Tere. 

“Prajurit saja tidak cukup, kita harus punya senjata lain untuk berjaga dari musuh.” 


Akibat musik itu, setiap malam di bawah bukit penduduk desa merasa ketakutan. Anak-anak desa tidak ada yang berani keluar saat malam hari. Orang tua mereka, menasehati anak-anaknya kalau di atas sana ada hantu bukit yang bisa memakan manusia hidup-hidup. Alhasil, saat malam tiba baik orang tua maupun anak-anak langsung bergegas masuk ke dalam rumah. 

Di tengah warga desa yang ketakutan, ada satu anak laki-laki yang pemberani. Dia, penasaran dan ingin membuktikan apakah ada hantu di atas bukit sana. Malam ini pula, dia langsung naik ke atas bukit untuk menemukan sumber suara itu. Dengan membawa lentera, sang anak laki-laki pergi seorang diri. 

Betapa terkejutnya dia, ketika sampai di atas sang anak laki-laki malah menemukan istana yang amat besar. Rupanya, suara itu bukan dari hantu di atas bukit. Melainkan, berasal dari terompet para prajurit yang berjaga. Anak laki-laki itu mendekati prajurit. 

“Hai para prajurit, kenapa kalian membunyikan terompet dan menimbulkan suara yang menyeramkan sehingga para penduduk desa merasa ketakutan?” 

“Siapa kamu? Beraninya datang kemari, ini adalah perintah raja!” prajurit menaikkan suaranya. 

Mendengar keributan di luar, raja keluar. Ditemani Ratu dan Putri Tere, Raja pergi menemui anak laki-laki itu. 

“Aku Anhwa, anak laki-laki dari bawah bukit ini. Kenapa raja begitu jahat sampai menakut-nakuti penduduk desa?” 

“Apa? Aku jahat? Yang jahat adalah kalian yang sudah mengambil anak pertamaku!” raja murka. 

“Tidak mungkin, penduduk desa adalah orang-orang baik.” 

“Penduduk desa sudah membunuh anakku, mereka menghabisi putriku!” jawab raja. 

Putri Tere tentu terkejut mendengar hal itu. Ternyata, selama ini dia punya seorang kakak. 

“Aku akan menghukummu, sebagai ganti nyawa putriku. Akan ku hukum pancung dirimu” raja berbicara lagi. 

“Jangan Ayah, bukankah Ayah selalu bilang untuk menjadi orang baik? Ayah tidak boleh menjadi raja yang bengis.” 

Atas saran dari ratu, akhirnya Anhwa hanya dihukum untuk menghibur keluarga kerajaan. Setiap hari ketika malam datang, Anhwa harus datang ke istana. Di istana, Anhwa banyak membacakan puisi, menyanyi bahkan sampai menampilkan bela diri. Lambat laun, keluarga kerajaan mulai menyukai kepribadian Anhwa. 

Suatu ketika, saat tidak ada raja dan ratu, Putri Tere bertanya pada Anhwa. 

“Anhwa, apakah di luar sana keadaan jauh lebih indah dari dalam istana ini?”

“Di luar tentu sangat indah Putri Tere, ada sungai, sawah, gunung, bunga, dan masih banyak lagi hal-hal indah di luar istana.” 

“Benarkah? Bisakah kamu membawaku pergi dari istana ini, meski sebentar saja?” 

“Bagaimana kalau raja marah?”

“Sebentar saja, aku hanya ingin melihat keadaan di luar.” 

Akhirnya, Anhwa dan Putri Tere pergi mengendap-endap dari istana. Matahari sedikit naik, saat Anhwa dan Putri Tere sampai di tengah hutan. Mereka memutuskan untuk beristirahat sambil menikmati udara yang sejuk. Putri Tere sangat senang, dia tidak merasa menyesal sama sekali. 


Anhwa dan Putri Tere melanjutkan perjalanan menuruni bukit, tiba-tiba dari arah depan ada yang menghadang mereka. Itu adalah sekawanan perampok hutan. Putri Tere panik, dia berlindung dibalik Anhwa. 

“Jangan takut Putri Tere, tunggu di sini saja. Aku akan menghadapi perampok-perampok itu.” 

Anhwa maju ke depan tanpa rasa takut sedikitpun. Dengan ilmu bela dirinya, dia berhasil menumbangkan perampok yang menghadangnya. Putri Tere merasa lega, karena bisa melanjutkan perjalanan dengan aman. 

Sampai di bawah bukit, betapa gembiranya Putri Tere menyaksikan pemandangan rumah-rumah penduduk yang berjejer rapi. Ada sawah yang padinya mulai menguning, serta sungai dengan aliran airnya yang jernih. 


Anhwa disambut oleh ayahnya yang tak lain adalah seorang guru bela diri. Ayah Anhwa merasa terhormat mendapat kunjungan dari keluarga kerajaan. Tak lama kemudian, ternyata rombongan istana berhasil menyusul Putri Tere sampai ke rumah penduduk. Sang raja, turun dari kuda berwarna putih. 

“Putri Tere, kamu diculik oleh Anhwa kan? Ayo, kita segera kembali ke istana.” 

“Tidak Ayah, justru aku yang meminta Anhwa untuk mengajak keluar dari istana. Sejak dulu, aku selalu ingin tahu bagaimana suasana pedesaan. Tadi, saat di jalan bahkan Anhwa menyelamatkanku dari perampok hutan.” 

Raja memeluk Putri Tere erat-erat. Dia takut sekali jika harus kehilangan putrinya untuk yang kedua kali. Cukup putri pertamanya saja yang pergi karena dibunuh oleh orang jahat. Raja pun, berterimakasih pada Anhwa dan berjanji akan memberikan hadiah untuknya karena telah menjaga Putri Tere.  


Ilustration by freepik-


0 komentar