Untuk teman-teman Gue




Barusan tadi waktu pukul 5 sore, pengumuman kelulusan SMA gue secara online. Alhamdulillah gue lulus, meski ya nilainya nggak bagus-bagus amat atau nggak seperti yang gue harapkan, tapi gue tetap bersyukur bahwa akhirnya gue bisa bertahan dan berjuang selama 3 tahun terakhir ini. 

Tentunya, ini bukanlah akhir dari segalanya. Dari sini perjalanan gue yang sesungguhnya baru saja dimulai. Gue akan menghadapi kehidupan yang sebenarnya, dimana gue belum pernah mencobanya. Tapi sebelum itu dimulai, izinkan gue untuk menceritakan apa yang udah terjadi di hidup gue selama belajar 3 tahun di SMA. 

FYI, sekolah gue sebenarnya tergolong sekolah yang "pelit" ngasih nilai ke murid-muridnya. Jujur banget, untuk dapet nilai 8 di raport itu gue kudu belajar sampe jam 1 pagi bahkan kadang sampe jam 3. Susahnya bukan main. Pun kalau gue udah berhasil dapet nilai bagus, belum tentu diraport dikasih nilai yang bagus juga. Alhasil, nggak cuma belajar doang, gue berusaha seaktif mungkin jadi seorang siswa. Gue berhasil bertahan setidaknya di 5 besar di kelas gara-gara apa sih? Ya gara-gara gue cukup aktif orangnya. Jangan harap nilai pengetahuan di raport gue bagus, justru nilai ketrampilan gue lah yang menunjang gue selama ini. Makanya pas pemeringkatan SNMPTN gue gak kaget kalau peringkat gue ya biasa-biasa aja, karena emang yang diambil cuma nilai pengetahuannya aja. 

Kalau lazimnya anak SMA pada punya "genk" atau perkumpulan anak yang merasa satu visi dan misi, maka tidak dengan gue. Gue nggak punya dan nggak mau untuk hal itu. Bahkan saking gue nggak punya temen perkumpulan, gue sering dibilang "kok sendiri mulu si Sip?" sama temen-temen gue. Anehnya, gue ngrasa emang ada yang salah dari diri gue? 

Gue ngrasa gue nggak mau punya relasi yang bisanya cuma haha-hihi doang. Yang kerjanya cuma nghibah, nongkrong di cafe sambil habisin duit orang tua. Gue yang kaya gini nggak mau jadi orang lain hanya supaya dapet temen yang banyak. Gue lebih mementingkan kualitas pertemanan ketimbang kuantitas. 

Gue yang sendiri pun, faktanya tetep bisa join di MPK, tetep bisa gabung di Teater bahkan sering jadi pemeran utama, atau gue bahkan jadi ketua KIR di SMA gue. Tapi, meski gue nggak nemu sahabat di masa abu-abu gue, gue menemukan mereka-mereka yang cukup mengerti dan nyambung ke gue. Maka, inilah mereka. 

Dimulai dari Naila, gue panggil dia Nay. Jujur banget, diawal gue sempet iri sama ni bocah, karena dia pinter banget hahaha. Tapi makin kesini, gue makin nyambung sama Nayla. Ternyata, satu kesamaan kita adalah orang yang suka banget observasi orang lain. Baik gue ataupun Naila, kita sering memperhatikan orang lain, yah semacam mesin analisis mungkin ya, wkwk. Nantinya, kita ngobrol banyak hal. Kita bertukar pengalaman, cerita, dan saling berbagi semangat satu sama lain. Dari Naila sendiri gue belajar bahwa nggak selamanya orang yang pendiem itu tenang. Justru yang sering diem biasanya adalah mereka yang punya lautan pikirannya sendiri. Hal yang cukup gue inget adalah, kita sering main ayunan sehabis renang dengan baju basah sampe kering kalau pas jadwal renang di sekolah. Haha. 

Atiq. Hm, misterius. Hahaha. Kita banyak ngobrol hal-hal yang unpredictable. Bahkan untuk hal-hal yang tabu pun, kita tetep bisa ngobrol dengan pemikiran masing-masing. Gue kenal Atiq dengan pribadi yang punya humor tinggi, lol :v. Kayaknya kalo minta saran dia paling jago deh, kayaknya. Pasalnya, ketika gue menerapkan saran dari Atiq, delapan puluh lima persen itu suitable ke diri gue. Gue seneng banget, karena gue punya temen yang bisa gue ajak ngobrol tentang filsafat dan banyak hal tentang masalah-masalah yang mungkin nggak gue pikirkan sebelumnya. Apakah Tuhan beneran ada? Apa tujuan Tuhan menciptakan manusia? Orang-orang dengan badwords , topik tentang mentality dan masih banyak lagi. Gue kagum karena dia bisa jadi diri dia sendiri yang menurut gue unik dari yang lain. 

Anung. Ciiee.. Btw status Anung saat ini adalah doinya Atiq. Wkwkwk. Gue nggak tau kenapa mereka pada akhirnya bisa deket. Mungkin gara-gara punya kesamaan cara berpikir kali ya. Apa sih gue gak mau bahas kenapa mereka deket, lmao. Dulu, gue sempet mandang sebelah mata ke Anung, ups sorry. Dulu, ketika sebelum mengalami life crisis gue menganggap Anung dengan sosok pribadi yang aneh. Banyak hal yang menurut gue nggak lazim aja yang ada di diri dia. Hahaha. Lucu banget asli, padahal kita dua tahun sekelas (XI dan XII). Tapi baru lumayan kenal pas kelas XII. Ngakak banget. Kalo Anung enaknya diajak ngomong politik, karena dia juga ada rencana daftar ke ilpol setelah ini. Semoga kesampaian ya. Gue juga sempet berdebat dengan dia tentang FE (Flath Earth) ,poligami, isu kekerasan dll.

Sebenarnya ada beberapa lagi orang-orang yang mengisi kehidupan gue, ceilah, mengisi :v maksudnya mendukung proses develop nya gue ketika masa SMA. Rafi yang suka gue curhatin dan suka pap muka dia kalo gue pas nangis, Rindam yang baik banget dan mastah banget kalo ngasih saran apalagi terkait percintaan, Dani yang suka belajar bareng gue, Ais yang baik hati mau bagi-bagi stiker lucu ke gue, dan lainnya. 

Dan terakhir buat Ka. Makasih ya udah mau ada, meski nggak selalu ada. Makasih udah mau nemenin, meski nggak selalu nemenin. Makasih udah mau ndengerin, meski nggak selalu tau caranya yang benar. Makasih udah menyumbangkan sedikit kebahagian di hari-hari terakhir kita di sekolah. Makasih karena udah sering mengingatkan untuk tetap rendah hati, bersyukur, dan ingat ke Pencipta. Makasih. Semoga kita tetap sama-sama. 

Gue mungkin nggak bisa menemukan satu kelengkapan itu di satu manusia aja, melainkan kelengkapan itu lahir dari mereka yang beragam. Mereka yang menyadarkan gue bahwa setiap manusia punya karakteristik masing-masing. Mereka yang sedikit banyak membuka mata gue, bahwa keberagaman berpikir itu sangat mungkin. Mereka yang membuat detik demi detik menjadi lebih bervariasi. Mereka yang sama seperti gue, mereka yang berbeda dari gue, mereka yang sudah ada di bumi ini. 

0 komentar