Apa yang terlintas ketika lo denger kata politik? Jahat? Kejam? Kotor? Atau sebuah perkara dengan urusan yang super njlimet yang cuma mementingkan nafsu pribadi, golongan atau sekelompok orang?
Mungkin sebagian orang berpikir demikian. Untuk kasus yang lebih parah lagi, beberapa orang bahkan ada yang anti-politik. Politik di negara kita ini khususnya, seringkali diidentikkan dengan tikus-tikus berdasi yang pandai menjilat ludahnya sendiri. Para politikus cukup sering dianggap bermuka dua. Mereka yang punya kepentingan di kursi pemerintahan berupaya sebaik mungkin untuk menarik simpati warga, kalau sudah duduk di sana, ya yo wes mengenyangkan perut sendiri. Bukan begitu kebanyakan persepsi kita?
Meski gue bukanlah pengamat politik, tapi gue cukup mengerti bagaimana kondisi perpolitikan di negara ini yang begitu nggak sedapnya. Stigma negatif dari masyarakat ke pemerintahan rasanya makin tahun makin bertambah. Rakyat kecil selalu jadi korban yang rasanya untuk bernafas tanpa kepikiran besok mau makan apa saja susahnya minta ampun. Sedang para anggota dewan, para menteri meski sudah di bui pun harta mereka masih sanggup untuk membiayai hidup 7 turunan mereka.
Baru-baru ini gue baca sebuah berita tentang koruptor Rp 447 miliar yang dibui hanya 2 tahun. Ada juga koruptor Jasmas senilai Rp 5 miliar divonis hukuman kurungan selama 18 bulan. Kalau lo masih inget, kasus kecelakaan seorang anak pejabat yang menewaskan dua orang pun pada akhirnya juga tidak ditahan penyidik. Semuanya semakin terlihat jelas bahwa hukum di Indonesia ini adalah "tajam ke bawah, tumpul ke atas". Dan gue mungkin nggak bakal bisa nyebutin satu persatu kelucuan serta kekonyolan lainnya yang telah terjadi di negara ini. Pada realitanya, para aparat hukum seringkali mempertontonkan ketidakadilan dan diskriminasi hukum. Mereka para borjuis dianggap mampu membeli hukum di negara ini.
Di suatu kesempatan ketika mata pelajaran sejarah di kelas, gue pernah bertanya ke guru sejarah gue "Kenapa masyarakat Indonesia banyak yang korupsi? Kalau ingin memberantas korupsi, manakah yang perlu dibenahi dulu?". Dengan agak senyum guru gue bilang "praktik KKN akan selalu ada di Indonesia". See? Seberapa nggak ada harapannya memang sampai-sampai KKN akan terus exist di tanah air?
Jawabannya udah gue temukan jauh sebelum gue menulis ini. Sulit! Sangat sulit! Menghapus praktik KKN ibarat lo mencari jarum di tumpukan jerami. Akan selalu ada permasalahan lainnya yang terus bermunculan ke permukaan. Tidak semua manusia memahami arti kesucian. Tidak semua manusia punya hati yang bersih, yang tahan akan segala godaan dari beberapa nilai mata uang. Makanya gue menyadari seberapa banyaknya orang yang sangat ingin terjun ke kancah pemerintahan demi "nyicip". Akan tetapi, gue juga nggak bisa memukul rata bahwa semua yang punya kepentingan di atas adalah berhati kotor.
Hakikatnya, politik diciptakan untuk kepentingan masyarakat. Esensinya, politik adalah murni dan tulus untuk membangun kemajuan sebuah negara. Maka bukan politiknya yang kotor, tapi manusianya yang kotor.
Baru-baru ini gue baca sebuah berita tentang koruptor Rp 447 miliar yang dibui hanya 2 tahun. Ada juga koruptor Jasmas senilai Rp 5 miliar divonis hukuman kurungan selama 18 bulan. Kalau lo masih inget, kasus kecelakaan seorang anak pejabat yang menewaskan dua orang pun pada akhirnya juga tidak ditahan penyidik. Semuanya semakin terlihat jelas bahwa hukum di Indonesia ini adalah "tajam ke bawah, tumpul ke atas". Dan gue mungkin nggak bakal bisa nyebutin satu persatu kelucuan serta kekonyolan lainnya yang telah terjadi di negara ini. Pada realitanya, para aparat hukum seringkali mempertontonkan ketidakadilan dan diskriminasi hukum. Mereka para borjuis dianggap mampu membeli hukum di negara ini.
Di suatu kesempatan ketika mata pelajaran sejarah di kelas, gue pernah bertanya ke guru sejarah gue "Kenapa masyarakat Indonesia banyak yang korupsi? Kalau ingin memberantas korupsi, manakah yang perlu dibenahi dulu?". Dengan agak senyum guru gue bilang "praktik KKN akan selalu ada di Indonesia". See? Seberapa nggak ada harapannya memang sampai-sampai KKN akan terus exist di tanah air?
Jawabannya udah gue temukan jauh sebelum gue menulis ini. Sulit! Sangat sulit! Menghapus praktik KKN ibarat lo mencari jarum di tumpukan jerami. Akan selalu ada permasalahan lainnya yang terus bermunculan ke permukaan. Tidak semua manusia memahami arti kesucian. Tidak semua manusia punya hati yang bersih, yang tahan akan segala godaan dari beberapa nilai mata uang. Makanya gue menyadari seberapa banyaknya orang yang sangat ingin terjun ke kancah pemerintahan demi "nyicip". Akan tetapi, gue juga nggak bisa memukul rata bahwa semua yang punya kepentingan di atas adalah berhati kotor.
Hakikatnya, politik diciptakan untuk kepentingan masyarakat. Esensinya, politik adalah murni dan tulus untuk membangun kemajuan sebuah negara. Maka bukan politiknya yang kotor, tapi manusianya yang kotor.
0 komentar