MONOLOG SEBUAH PENSIL

Sebuah pensil yang ujungnya tumpul dan tak pernah digunakan tinggal di sebuah kotak pensil yang cukup luas. Di dalamnya, hanya ada dia sendiri. Tidak ada penghuni lain kecuali dirinya yang sudah tinggal sejak bertahun-tahun yang lalu. Tak ada alasan pasti kenapa sang pemilik tempat pensil meletakkan pensil tumpul itu sendirian tanpa teman.

Karena tinggal sendiri, maka pensil tumpul sering bermonolog. Dia bertanya pada dirinya sendiri atas segala hal yang ingin dia ketahui. Suatu malam, di dalam kotak pensil yang dingin itu, pensil tumpul mulai bertanya.

“Bagaimana rasanya ya jika aku menjadi sebuah penghapus? Pasti menyenangkan, bisa membuat kertas menjadi bersih.”

Pensil tumpul berpikir bahwa akan sangat menyenangkan jika dia bisa menjadi sebuah penghapus. Kertas yang kotor bisa terlihat bersih dan enak dipandang. Tentu saja, tak ada yang bisa menjawab pertanyaan pensil tumpul tersebut.

Di lain waktu pada sebuah pagi yang mendung, tiba-tiba pensil tumpul teringat akan sebuah rautan yang menjadi teman baiknya sebelum dia berada di tempat pensil yang sekarang. Pensil tumpul mulai bergumam.

“Rautan oh rautan, hidupmu pasti tidak membosankan. Bertemu dengan banyak pensil baru untuk memperuncing mereka. Kamu punya banyak teman pasti.”

Begitulah pensil tumpul menduga bahwa rautan punya kehidupan yang lebih berwarna. Bagaimana tidak? Bukankah rautan akan banyak bertemu dengan pensil-pensil lainnya di luar sana? Rautan bisa berkenalan dengan pensil-pensil baru yang bagus. Rautan punya banyak teman!

Karena kelelahan, pensil tumpul terlelap. Di dalam tidurnya dia bermimpi bahwa tempat pensil yang menjadi rumahnya tertawa karena tiba-tiba isi tempat pensil penuh dengan anggota baru. Sesaat setelah bangun dari tidurnya, pensil tumpul langsung bertanya pada tempat pensil.

“Hei tempat pensil, apa kamu senang jika bisa menampung banyak anggota baru di dalam tubuhmu yang besar?” tanya pensil tumpul penuh antusias.

Malangnya, tempat pensil yang menjadi rumah pensil tumpul tak pernah berkata apapun. Dia hanyalah sebuah tempat pensil tanpa suara. Itu jelas membuat pensil tumpul kecewa. Sebenarnya, pensil tumpul lelah bertanya. Sebab tak ada yang bisa menjawab pertanyaannya barang satu hal pun. Dia berjanji ini akan menjadi pertanyaan terakhirnya dan tak akan mau bertanya lagi setelah ini.

“Hidupku sangat nelangsa, tak pernah digunakan. Tak bisa menggambar pemandangan, atau bahkan bintang. Pensil yang pernah digunakan sudah jelas lebih baik kan daripada aku?”

Itu menjadi pertanyaan terakhir dari pensil tumpul sebelum ia benar-benar menutup rapat mulutnya. Mulai sekarang, dia akan diam saja dan tak akan bertanya tentang apapun lagi.

Hari terlewati, musim panas akan tiba awal bulan nanti. Pensil tumpul masih senantiasa menutup rapat-rapat mulutnya. Pemilik tempat pensil datang, dia meraih kotak pensil yag terletak di atas meja. Goncangan yang tidak terlalu besar tetap saja membangunkan pensil tumpul dari tidur malamnya.   

Rupanya, sang pemilik membawa tempat pensil itu berlibur bersama kawan-kawannya ke sebuah pantai yang jauh. Disana, sang pemilik dan teman-temannya bermain sesuka hati. Saat menjelang siang, mereka beristirahat. Satu per satu dari mereka mengeluarkan bekalnya masing-masing dari dalam tas.

Salah seorang teman pemilik tempat pensil mengetahui bahwa ada sebuah pensil yang sangat bagus tersimpan di sebuah kotak pensil bening transparan. Dan itulah si pensil tumpul. Diam-diam, teman dari pemilik pensil mencuri pensil tumpul. Dia memasukkan pensil tumpul ke dalam tasnya dan membawanya ke rumah.

Sesampainya di rumah, pensil tumpul ditempatkan di sebuah kotak pensil yang amat besar. Kotak pensil ini bahkan jauh lebih besar dari tempat tinggal sebelumnya.  Pensil tumpul senang, ada tiga pensil lainnya yang berwarna merah, biru dan pink. Ada satu rautan berwarna hijau, dan sebuah penghapus yang warna putihnya sudah mulai pudar.

Pensil tumpul kembali teringat akan pertanyaannya selama ini. Maka dengan tanpa ragu dia bertanya pada penghapus.

“Penghapus, bagaimana rasanya menjadi kamu? Pasti menyenangkan, bisa membuat kertas menjadi bersih,”

“Apa kamu sedang mengejekku sekarang? Tak ada yang enak dari menjadi sebuah penghapus. Lihat, warna putih di tubuhku memudar dari hari ke hari.”

Pensil tumpul terkejut, jawaban yang ia harapkan dari penghapus tidak sesuai ekspetasinya. Maka dia beranjak dan memilih bertanya pada rautan.

“Rautan, kamu pasti senang kan punya banyak teman dari pensil-pensil di sini? Kamu punya empat teman pensil sekarang,”

“Apa katamu? Senang? Tidak sama sekali. Aku harus membantu mereka agar lebih runcing dan itu mengurangi ketajaman tubuhku dari hari ke hari. Aku mudah rusak karena pensil,” rautan mengeluh.

Tanpa sadar, ucapan rautan terdengar hingga ke telinga tiga pensil lainnya.

“Mudah rusak karena pensil katamu? Bagaimana dengan kami?” teriak pensil berwarna merah.

“Kamu tidak tahu betapa sakitnya tubuh kami setiap kali diraut!” pensil berwarna biru juga sama marahnya.

“Bahkan tubuhku kini tinggal seukuran kelingking orang dewasa, aku akan menghilang sebentar lagi!” pensil berwana pink terlihat sangat marah.

Tiba-tiba, ada suara tangis yang mengejutkan mereka. Dialah tempat pensil yang menangis kencang karena baik penghapus, rautan dan pensil berkelahi. Dia tidak bahagia melihat mereka semua menyalahkan satu sama lain. Tangisnya semakin kencang. Tempat pensil tak mau berhenti menangis.

Pensil tumpul ketakutan, suasana di dalam tempat pensil itu semakin kacau. Dia berharap ada sesuatu yang bisa menyelamatkan dirinya dari semua kekacauan ini.

Benar saja, setelahnya pemilik tempat pensil tumpul datang.  Dia mengambil pensil tumpu; itu dari kekacauan yang ada. Pensil tumpul dengan segera ingin meninggalkan tempat ini dan kembali ke rumahnya yang dulu.

My Podcast

2 komentar

  1. Wow ini cerita buatanmu Syif? Aku teringat salah satu kisah dalam kumcernya Paulo “kisah sebatang pensil” walau beda tapi aku ngerasa cerita ini spt saling terkait dengan yang ditulis oleh beliau. Such a great story Syif! 😃

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ini buatanku sendiri kak.. Aku malah baru denger Paulo ini pertama kali dari kakak. Apa iya mirip? Hahahah, mungkin aku harus cari tau siapa beliau dan karyanya.

      Terimakasih Kak Reka, tapi ceritaku masih jauh dari sempurna. Hehe 😂

      Delete